Beranda | Artikel
Safinatun Naja: Pembatal Shalat
Rabu, 29 Desember 2021

Pelajaran kali ini adalah tentang pembatal shalat dari kitab Safinatun Naja.

 

 

[KITAB SHALAT]

[Pembatal Shalat]

تَبْطُلُ الصَّلاَةُ بِأَرْبَعَ عَشْرَةَ خَصْلَةً:

1- بِالْحَدَثِ.

وَ2- بِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ إِنْ لَمْ تُلْقَ حَالاً مِنْ غَيْرِ حَمْلٍ.

وَ3- انْكِشَافِ الْعَوْرَةِ إِنْ لَمْ تُسْتَرْ حَالاً.

وَ4- النُّطْقِ بِحَرْفَيْنِ أَوْ حَرْفٍ مُفْهِمٍ عَمْداً.

وَ5- بِالْمُفَطِّرِ عَمْداً.

وَ6- بِالأُكْلِ الْكَثِيْرِ نَاسِياً.

وَ7- ثَلاَثِ حَرَكَاتٍ مُتَوَالِيَاتٍ وَلَوْ سَهْواً.

وَ8- الْوَثْبَةِ الْفَاحِشَةِ.

وَ9- الضَّرْبَةِ الْمُفْرِطَةِ.

وَ10- زِيَادَةِ رُكْنٍ فِعْلِيٍّ عَمْداً.

وَ11- التَّقَدُّمِ عَلَى إِمَامِهِ بِرُكْنَيْنِ، وَالتَّخَلُّفِ بِهِمَا بِغَيْرِ عُذْرٍ.

وَ12- نِيَّةِ قَطْعِ الصَّلاَةِ.

وَ13- تَعْلِيْقِ قَطْعِهَا بِشيءٍ.

وَ14- التَّرَدُّدِ فِيْ قَطْعِهَا.

Fasal: shalat batal karena 14 perkara, yaitu [1] hadats, [2] terkena najis kecuali langsung dibuang tanpa dibiarkan, [3] tersingkap aurat kecuali langsung ditutup, [4] berbicara dua atau satu huruf yang bisa dipahami dengan sengaja, [5] melakukan pembatal puasa dengan sengaja, [6] makan banyak meski lupa, [7] gerakan tiga kali yang berturut-turut meskipun lupa, [8] melompat yang keras, [9] memukul keras, [10] menambah rukun fi’li dengan sengaja, [11] mendahului imam dalam dua rukun dan ketinggalan imam dua rukun tanpa uzur, [12] niat memutus shalat, [13] sengaja memutus shalat dengan sesuatu, dan [14] ragu-ragu dalam membatalkan shalat.

 

Catatan:

تَبْطُلُ الصَّلاَةُ بِأَرْبَعَ عَشْرَةَ خَصْلَةً:

Maksud batal shalat di sini adalah shalat menjadi tidak sah. Shalat yang batal di sini mencakup:

  • shalat wajib,
  • shalat sunnah,
  • termasuk pula yang serupa dengan shalat adalah sujud tilawah, sujud syukur, dan shalat jenazah.

Shalat menjadi batal jika terdapat salah satu dari 14 hal ini di tengah shalat atau di permulaan shalat.

 

1- بِالْحَدَثِ.

[1] hadats,

Dengan adanya hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar, walaupun tidak disengaja, walaupun dari orang yang faqiduth thohuroin (tidak mendapati air dan debu), atau daimul hadats (orang yang selalu berhadats) selain hadats yang selalu keluar.

Untuk perihal hadats: lihat pembatal wudhu yang empat dan sebab mandi wajib yang enam di dalam kitab Safinah An-Naja’.

Catatan dari Al-Fiqh Al-Manhaji (1:170):

  • Jika berhadats setelah salam pertama dan sebelum salam kedua, shalatnya sudah sah. Ini adalah hal yang disepakati oleh para ulama.

Catatan dari Mulakhkhash Fiqh Al-‘Ibadaaat (hlm. 180):

  • Jika seseorang shalat terkena najis dalam keadaan lupa, tidak tahu, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang. Inilah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, pendapat Imam Syafi’i yang qadim, dipilih oleh Ibnul Mundzir, Imam Nawawi, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Baz, dan Ibnu ‘Utsaimin.

 

وَ2- بِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ إِنْ لَمْ تُلْقَ حَالاً مِنْ غَيْرِ حَمْلٍ.

[2] terkena najis kecuali langsung dibuang tanpa dibiarkan,

Membatalkan shalat bila terkena najis yang tidak dimaafkan pada badan atau bajunya (misal: kencing, kotoran manusia, darah yang banyak, nanah yang banyak), jika tidak disingkirkan secara langsung sebelum berlalu waktu minimal thumakninah. Artinya, najis harus segera dihilangkan.

  • Apabila telah disingkirkan sebelum itu, seperti najisnya kering dan pakaiannya dikibaskan secara langsung atau najisnya basah dan pakaian yang terkena najis dilemparkan tanpa memegang atau membawanya, maka shalatnya tidaklah batal.
  • Apabila disingkirkan dengan tangannya atau dengan tongkat yang terdapat najis padanya atau tangannya diletakkan pada tempat yang terkena najis, maka hal itu membatalkan shalatnya.

 

وَ3- انْكِشَافِ الْعَوْرَةِ إِنْ لَمْ تُسْتَرْ حَالاً.

[3] tersingkap aurat kecuali langsung ditutup,

Termasuk yang membatalkan shalat adalah terbukanya sedikit dari sesuatu yang wajib ditutup dalam shalatnya, jika tidak ditutup secara langsung sebelum berlalu waktu minimal thumakninah dan yang membuka penutup adalah angin.

Terbukanya di sini karena angin dan masih dalam waktu yang singkat (kadar thumakninah), shalatnya batal jika tidak ditutup langsung.

Apabila yang membuka penutup adalah bukan angin, maka hal itu termasuk membatalkan shalat, walaupun ditutup secara langsung.

Lihat batasan aurat yang telah dibalas sebelumnya.

Dalam Al-Fiqh Al-Manhaji (1:169) menyebutkan:

  • Jika orang yang shalat membuka aurat dengan sengaja, shalatnya batal.
  • Jika orang yang shalat membuka aurat tanpa keinginannya (berarti tidak sengaja), ia hendaknya menutupnya segera, maka shalatnya tidaklah batal. Jika tidak ditutup dengan segera, shalatnya batal karena tidak memenuhi syarat shalat.

 

وَ4- النُّطْقِ بِحَرْفَيْنِ أَوْ حَرْفٍ مُفْهِمٍ عَمْداً.

[4] berbicara dua huruf atau satu huruf yang bisa dipahami dengan sengaja,

Yang dimaksud adalah berbicara dalam keadaan disengaja dan tahu bahwa hal itu diharamkan ketika shalat.

Berbicara yang dimaksud adalah berbicara dengan:

  • dua huruf terus menerus (tawali) walau tidak dipahami,
  • terdiri dari satu huruf yang dibaca panjang,
  • satu huruf yang dapat dipahami maknanya seperti kata qi (قِ) yang berarti jagalah, atau ‘i (عِ) yang berarti dengarkanlah, dan fi (فِ) yang berarti tepatilah.

Jika dilakukan tidak sengaja (seperti keceplosan, atau tidak tahu hukumnya karena baru masuk Islam, atau jauh dari ulama atau ia lupa kalau sedang berada dalam shalat), jika yang diucapkannya sedikit yaitu empat kata, maka tidaklah membatalkan shalat.

 

وَ5- بِالْمُفَطِّرِ عَمْداً.

[5] melakukan pembatal puasa dengan sengaja,

Shalat batal karena melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja, tahu ilmu akan keharamannya. Contoh, memasukkan sesuatu ke dalam telinga, makan walaupun sedikit.

Apabila lupa atau tidak tahu hukumnya, ia dianggap punya uzur, maka tidaklah membatalkan kecuali jika ia mengunyah dengan tiga kali kunyahan.

 

وَ6- بِالأُكْلِ الْكَثِيْرِ نَاسِياً.

[6] makanan yang banyak meski lupa,

Ukli berarti sesuatu yang dimakan (ma’kul). Shalat batal dengan masuknya makanan yang banyak walaupun bagi orang yang lupa. Shalat juga batal bagi orang yang tidak tahu dan punya uzur (dimaafkan) kalau makanan yang masuk banyak.

Kenapa kalau puasa lalu makan banyak dalam keadaan lupa tidaklah membatalkan puasa, sedangkan shalat makan banyak itu membatalkan shalat?

Beda antara shalat dan puasa

  • Puasa itu hanya sekadar menahan diri (al-kaffu). Sedangkan shalat itu melakukan gerakan yang sudah teratur. Sehingga dalam kasus makan banyak untuk yang berpuasa dan shalat berbeda. Shalat sambil makan banyak berarti tidak dianggap shalat walaupun lupa.

 

وَ7- ثَلاَثِ حَرَكَاتٍ مُتَوَالِيَاتٍ وَلَوْ سَهْواً.

[7] gerakan tiga kali yang berturut-turut meskipun lupa,

Berlaku pula bagi orang yang lupa dan orang yang tidak tahu hukumnya.

Gerakan yang membatalkan:

– Melakukan gerakan yang banyak (tiga kali gerakan atau lebih)

– Gerakannya terus menerus (mutawaaliyaat)

– Dilakukan oleh anggota badan yang berat (tangan, kaki, kepala, dan rahang). Namun, tidak batal jika dilakukan oleh anggota tubuh yang ringan seperti jari-jari yang bergerak, kelopak mata, dan bibir, walaupun bergerak berkali-kali dan terus menerus.

*Tidak batal jika gerakannya sedikit (kurang dari tiga kali) atau tiga kali tetapi tidak terus menerus.

*Jika maksudnya itu main-main walaupun gerakan itu sedikit walau dari anggota tubuh yang ringan, shalatnya batal.

*Jika sifatnya darurat yang tidak bisa ditinggalkan, tidaklah membatalkan shalat, seperti menggaruk bagian tubuh yang gatal.

 

وَ8- الْوَثْبَةِ الْفَاحِشَةِ.

[8] melompat yang keras,

Karena lompatan itu pasti melampaui batas.

 

وَ9- الضَّرْبَةِ الْمُفْرِطَةِ.

[9] memukul keras,

Melakukan gerakan memukul yang melampaui batas yaitu pukulan yang menggerakkan seluruh badan. Termasuk pula tendangan yang melampaui batas.

 

وَ10- زِيَادَةِ رُكْنٍ فِعْلِيٍّ عَمْداً.

[10] menambah rukun fi’li (perbuatan) dengan sengaja,

Dilakukan dengan sengaja dan tahu hukumnya. Seperti:

  • melakukan rukuk tanpa mengikuti imam untuk membunuh ular misalnya, walaupun tanpa kadar thumakninah dan tidak bergerak dengan tiga kali gerakan yang terus menerus. Ini shalatnya batal karena sudah menambah rukuk yang termasuk rukun fi’li.

 

وَ11- التَّقَدُّمِ عَلَى إِمَامِهِ بِرُكْنَيْنِ، وَالتَّخَلُّفِ بِهِمَا بِغَيْرِ عُذْرٍ.

[11] mendahului imam dalam dua rukun dan ketinggalan imam dua rukun tanpa uzur,

Yaitu (1) mendahului imam dalam dua rukun perbuatan, walaupun bukan termasuk rukun yang panjang, dan (2) terlambat dari imam dengan dua rukun perbuatan tanpa adanya uzur.

Contoh sabaq (mendahului imam):

  • Imam masih membaca surat, makmum mau turun sujud.
  • Imam ingin bergerak menuju iktidal, makmum telah sujud.

Contoh takhalluf (lambat dari imam):

  • Imam dari iktidal mau sujud, sedangkan makmum masih berdiri (membaca surat).

Yang dimaafkan dalam mendahului imam (as-sabaq) dan telat dari imam (takhalluf):

  • Karena lupa
  • Karena tidak tahu

Kalau satu rukun lebih cepat (sabaq) tetap haram dilakukan.

 

وَ12- نِيَّةِ قَطْعِ الصَّلاَةِ.

[12] niat memutus shalat,

Yaitu berniat keluar dari shalat secara langsung atau setelah satu rakaat misalnya.

 

وَ13- تَعْلِيْقِ قَطْعِهَا بِشيءٍ.

[13] sengaja memutus shalat dengan dikaitkan dengan sesuatu,

Misalnya dikaitkan batalnya shalat dengan datangnya seseorang.

Shalat itu harus ada niatan jazimah (tegas). Keinginan atau azam bertolak belakang dengan niatan jazimah.

 

وَ14- التَّرَدُّدِ فِيْ قَطْعِهَا.

dan [14] ragu-ragu dalam membatalkan shalat.

 

Referensi:

Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah An-Naja. Cetakan pertama, Tahun 1439 H. Al-‘Allamah Al-Faqih As-Sayyid Ahmad bin ‘Umar Asy-Syatiri. Penerbit Dar Al-Minhaj.

 

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/31524-safinatun-naja-pembatal-shalat.html